Saturday, July 30, 2011

KAMU HARUS MEMBERI MEREKA MAKAN

Kalau saya pergi pelayanan Misa di lingkungan, seringkali ada ramah-tamah yang diawali dengan doa dipimpin salah satu umat, dan doanya kira-kira seperti berikut: “Ya Bapa yang Mahabaik, syukur dan terima kasih kami panjatkan kepada-Mu atas santapan rohani yang telah kami nikmati dan kini sudah disediakan juga santapan jasmani bagi kami. Berkatilah makanan ini dan mereka yang telah menyiapkannya. Tak lupa juga, ya Bapa, kami doakan saudara-saudara kami yang belum dapat menikmati santapan seperti ini, kiranya Bapa dapat memberikan makanan juga kepada mereka....” Doa yang indah, bukan? Namun saya suka membayangkan Tuhan sambil tersenyum langsung membalas doa tersebut, “Kamu sendirilah yang memberi mereka makan!” Tuhan ingin supaya kita tidak hanya peduli pada orang lain, terutama yang dalam kesulitan; Dia ingin agar kita juga berbelas kasih kepada mereka.

Di dalam injil, Yesus melihat orang-orang yang berbondong-bondong kelaparan dan Ia menaruh belas kasih kepada mereka. Belas kasih bagi Yesus berarti mendampingi dan bersimpati dengan tiap orang. Dia merasakan apa yang kita rasakan; Dia kesakitan bila kita kesakitan; Dia kelaparan bila kita kelaparan. Yesus melayani dengan belas kasih. Belas kasih-Nya makin nyata jika kita perhatikan bahwa barusan Dia menerima kabar kematian saudara-Nya, Yohanes Pembaptis. Saat Dia sampai ke tempat dimana sebelumnya Dia merencanakan untuk menyepi, Dia melihat begitu banyak orang yang sudah datang duluan menunggu kedatangan-Nya, merindukan perhatian-Nya, jamahan-Nya, pengajaran-Nya dan penyembuhan-Nya. Wajarlah jika seandainya Yesus marah atau setidaknya suruh mereka pulang dulu dan datang pada kesempatan lain, sebab Dia sedang berduka dan butuh saat untuk menyendiri! Tetapi tidak. Yesus berbelaskasih kepada mereka dan menyediakan waktu khusus untuk melayani mereka.

Kabar Baiknya minggu ini adalah kita pun diminta Yesus untuk melanjutkan apa yang telah Ia lakukan waktu Ia melayani orang-orang itu dengan belas kasih. Pengalaman murid-murid Kristus dalam peristiwa itu adalah pelajaran indah bagi kita. Mereka memperhatikan umat yang mulai kelaparan dan berkata kepada Yesus, "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa” (Matius 14:15). Mereka peduli. Yesus berkata kepada mereka, "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” Mereka diharapkan untuk menaruh belas kasih kepada orang-orang itu dan bertanggung-jawab untuk memenuhi kelaparan mereka. Yesus menantang mereka agar tidak hanya peduli, tetapi juga berbelas kasih!

Kepedulian itu memang seperti kembarnya belas kasihan. Namun ternyata tidak persis sama. Kepedulian itu seolah-olah suara dingin dari otak yang memakai logika, sedangkan belas kasihan itu adalah bahasa hati yang hangat. Kepedulian berkata, “Suruhlah orang banyak itu pergi...” Belas kasih berkata, “Tidak perlu mereka pergi...” Kepedulian itu berbicara dari jarak agak jauh demi berbagai perkara dan masalah sosial. Kepedulian itu pasif. Di sisi lain, belas kasih itu akrab dengan kesakitan, penderitaan dan sengsara, mendukung yang patah-hati dan bersahabat dengan yang kesepian. Belas kasih itu aktif.

Di dalam Ekaristi, Yesus hadir di tengah-tengah kita dengan belas kasih-Nya. Di dalam Ekaristi, Yesus memperbanyak lagi roti bagi kita. Dan sama seperti saat itu, Dia ingin melakukan mukjizat penggandaan itu melalui tangan-tangan kita, “Kamu harus memberi mereka makan.” Mukjizat itu terjadi di tengah-tengah kita melalui belas kasih yang kita bagikan, bila kita memberi seperti kita telah menerima, mengampuni seperti kita telah diampuni, dan mengasihi seperti kita telah dikasihi. Di dalam Ekaristi, Yesus menantang kita agar tidak hanya peduli, tetapi juga berbelas kasih!

Sunday, July 24, 2011

GELANG MUTIARA

”Mom, pliiiis.. beliin donk,” kata seorang anak kecil kepada ibunya saat melihat gelang mutiara di stan aksesori. Ibunya bertanya kepada wanita yang menjaga toko berapa harga gelang imitasi yang lucu itu. “Duapuluh ribu bu, import dari Korea,” sahutnya. Sang ibu berpaling lagi kepada si kecil manis yang sedang memandangnya dengan penuh harapan. “Ok sayang, minggu depan kan birthday kamu. Kalau kamu jadi anak yang baik, taat dan cepat bobo malam, nanti Mama beliin ya.” Beberapa hari kemudian, pada hari ulang tahunnya yang ke-enam, dia dapat kado yang dinanti-nantikan itu, gelang mutiara! Dia sangat suka pada gelangnya itu. Dia memakainya dimana-mana, di Gereja, di sekolah, bahkan di tempat tidurnya juga! Hanya pada saat dia sedang bermain baru dia melepas gelangnya itu. Mamanya bilang jika kena keringat gelangnya bisa berganti warna.

Dia mempunyai ayah yang baik sekali. Setiap malam sebelum si kecil tidur, pasti ayahnya datang ke kamarnya dan membacakan buku cerita untuk dia. Suatu malam setelah selesai satu ceritera, dia bertanya, “Nak, sayang ngga ama Daddy?” “Oh tentu saja, aku sayang Daddy!” “Kalau begitu berikan kepada Daddy gelang mutiara kamu ya.” “Hmm… jangan gelang saya Dad,” kata si kecil sambil tersenyum, ”tapi kalau Daddy mau, bisa ambil boneka saya yang bisa nyanyi itu.” “Ngga apa-apa nak,” kata sang ayah, “Daddy sayang kamu. Goodnight.” Kemudian dia mencium anaknya.

Seminggu kemudian, setelah membaca buku cerita, dia bertanya lagi kepada si kecil, “Nak, sayang ngga ama Daddy?” “Oh tentu saja, aku sayang Daddy!” “Kalau begitu berikan kepada Daddy gelang mutiara kamu ya.” “Hmm… jangan gelang saya Dad,” kata si kecil sambil tersenyum, ”ambil saja boneka Barbie kesukaan saya oke.” ”Ngga apa-apa, sayangku,” kata ayahnya, ”tidur baik-baik ya. Tuhan sayang kamu dan Daddy juga!” Dan seperti biasa dia mencium anaknya.

Suatu malam, pada saat ayahnya masuk kamar, dia menemukan si kecil sedang duduk di tempat tidur dan sepertinya sedang menangis. ”Ada apa sayang?” tanyanya kepada anak tercinta yang tidak mengatakan apa-apa tetapi langsung mengulurkan tangan kepada ayahnya. Saat membuka tangannya itu, ternyata dia sedang memegang gelang kesayangannya. ”Daddy, ini untuk Daddy!” Airmatanya berlinang, sang ayah menerima gelang murahan itu dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain dia mengambil sebuah kotak kecil yang berisi gelang mutiara yang asli dan memberikannya kepada si kecil!

Selama itu ternyata sang ayah sudah menyimpannya. Dia hanya menunggu saat si kecil sudah rela menyerahkan gelang mutiara aksesori itu supaya dia bisa memberikan gelang mutiara yang tulen dan asli! Sama juga dengan Allah Bapa kita. Dia menunggu saat kita rela menyerahkan kepada-Nya apapun yang murahan dan tak berguna di dalam hidup kita supaya Dia bisa memberikan harta yang benar-benar indah dan berharga! Tuhan sungguh baik, bukan?

Apakah kamu masih berpegang erat pada sesuatu yang jelas Tuhan ingin kamu lepaskan? Mungkinkah kamu masih berpegang pada sesuatu yang tidak benar, kebiasaan-kebiasaan buruk atau cara hidup yang jauh dari Tuhan dan amat sangat susah meninggalkannya? Memang apa yang ada di dalam tangan Tuhan kamu tidak mengetahui, namun percayalah… Dia tak akan pernah mengambil apapun daripadamu tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang jauh lebih indah dan berharga!

Friday, July 15, 2011

BIARKANLAH GANDUM DAN LALANG TUMBUH BERSAMA

Apabila saudara-saudara melihat wajah pastor-pastor hari ini agak lebih cerah dan mereka memancarkan cahaya yang luar biasa (barangkali ada juga yang memiliki sinar cahaya yang melingkar di bagian atas kepalanya hehee), jangan heran! Kami ini baru turun dari “gunung perjumpaan dengan Tuhan.” Terima kasih atas segala doa saudara sekalian supaya retret tahunan kami bisa berjalan dengan lancar dan sungguh penuh rahmat. Apa yang Pastor Boedi katakan minggu yang lalu – dengan setengah bergurau tetapi juga setengah serius - itu benar. Kami ibaratnya mobil yang masuk bengkel. Dan semakin mobil itu banyak kerusakan dan yang tidak beres, semakin lama harus ditinggal di bengkel. Makanya retret kami itu sampai enam hari!

Selama retret ini, perumpamaan Yesus tentang gandum dan lalang sempat menjadi bahan renungan saya. Mengapa ada kejahatan dan orang-orang jahat di dunia ini? Injil pada Minggu ke XVI ini menjawab persoalan tersebut. Kata orang-orang yang malas ke gereja, mereka tidak mau ke gereja karena disitu banyak orang munafik! Kalau saja Tuhan bisa memusnahkan semua orang jahat supaya tinggallah hanya orang-orang yang baik dan benar! Tapi coba berpikir-pikir... seandainya benar-benar Tuhan datang pada tengah malam nanti untuk manghancurkan SEMUA yang jahat! Pada pukul 12:01, kira-kira berapa ya dari kita yang masih berdiri? TAK ADA SATU PUN! Makanya perumpamaan Yesus sungguh memberi pengharapan. Kepada kita yang kadang-kadang sok tau dan sok benar, dan mau menghakimi yang lain karena mereka tidak seperti kita, Yesus mau katakan, Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai (Matius 13:29-30).

Apa yang Yesus ajarkan melalui perumpamaan-Nya itu sebenarnya berlaku dengan pribadi kita juga, sebab gandum dan lalang itu pun berada di dalam diri kita. Hari-hari retret, baik bagi kami kaum religius maupun bagi saudara-saudara, adalah hari-hari yang sangat istimewa dan luar biasa. Bapak kami Don Bosco ingin agar kami menganggapnya sebagai dasar dan sekaligus perpaduan seluruh hidup doa kami. Di saat-saat yang penuh rahmat itu, kita begitu dekat dengan Tuhan, dan makin dekat dengan yang Mahakudus berarti makin sadar akan kedosaan kita! Makin terang cahayanya, makin jelas kelihatan betapa kita ini penuh dengan noda, kotoran dan sampah. Kita pun dapat melihat dengan makin jelas keberadaan gandum dan lalang di dalam hati kita!

Kabar Baiknya adalah Tuhan tidak mau repot dengan langsung membersihkan kebun dan mencabut semua rumput dan lalang. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama... Kenapa? Karena kita tidak seratus persen sama seperti tanaman itu. Walaupun pada awalnya, kesamaan pada gandum dan lalang itu hampir sempurna, benar-benar tidak ketahuan mana yang rumput dan mana yang gandum. Hanya setelah beberapa saat, jika bibit sudah keluar baru perbedaannya makin kelihatan secara jelas sekali. Dan tidak mungkin gandum itu bisa berubah menjadi lalang, atau sebaliknya! Tetapi manusia bisa berubah. Syukur kepada Tuhan atas kebebasan dan rahmat yang Ia karuniakan kepada kita. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama... jangan dulu mencabut lalangnya, berikan dia waktu berubah menjadi gandum! Berikan dia kesempatan untuk menyesali dosanya, bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Firman Tuhan hari ini sungguh menghibur. Bukan dalam arti membuat kita santai dan nyaman, tetapi dengan maksud memberikan harapan. Mazmur menggambarkan Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia (Mzm 86:15). Di dalam bacaan pertama, Salomo menyatakan Anak-anak-Mu Kauberi harapan yang baik ini: Kauberikan kesempatan untuk bertobat apabila mereka berdosa (Kebijaksanaan 12:19). Sabda Tuhan yang penuh pengharapan bagi kita yang sementara ini masih harus berurusan terus dengan gandum dan lalang, baik di sekitar kita maupun di dalam diri kita sendiri.

Tuesday, July 12, 2011

PERBEDAAN DI DALAM KELUARGA

Bacaan dari Sirakh (3:2-6, 12-14) menyimpulkan inti dari hubungan antara ayah, ibu dan anak. Penulis Kitab tersebut mengingatkan mengenai tanggungjawab anak-anak untuk menghormati orang tuanya – meskipun kadang-kadang susah. Juga ia menyebutkan dua akibat yang dijanjikan Kitab Suci bagi mereka yang menghormati orang tua. Yang pertama adalah harta, yang mungkin tidak seperti Bill Gates punya, tapi suatu kecukupan dan bahkan kelimpahan dalam hidup sehari-hari. Kedua adalah barangsiapa memuliakan bapanya akan panjang umurnya. Bukankah dua hal itu yang setiap orang menginginkan? Tidak ada seorangpun yang ingin dibebani hutang, atau hidup dalam kemiskinan dan kesusahan. Dan tidak ada orang yang ingin mati dalam usia muda. Kita semua mengharapkan hidup yang panjang dan sejahtera. Nah menurut Sirakh, cara untuk memperolehnya adalah dengan menghormati dan memuliakan orang tua.

Sikap ingin menghormati dan menghargai orang tua adalah sesuatu yang ditanamkan Tuhan Allah di dalam hati manusia. Setiap kebudayaan dan tradisi mempunyai suatu cara untuk menghormati nenek moyang, terutama orang tua. Tuhan telah menanamkan sikap itu dalam hati kita karena suatu alasan. Dorongan hati seperti itu membantu untuk menjamin keluarga yang mantap – dan keluarga itu adalah tempat dimana Tuhan ingin kita belajar mencintai. Cinta itu berarti menerima dan mengasihi mereka yang berbeda.

Kita memilih teman-teman kita, tapi kita “ditempatkan” di dalam keluarga. Teman-teman itu berkumpul berdasarkan keinginan dan selera yang sama. Anggota-anggota keluarga belum tentu ada kesamaan. Saudara kakak dan adik itu adalah dua jenis mahkluk yang berbeda. Seperti anjing dan kucing, mereka biasanya tak bisa hidup akur bersama! Apalagi seorang ayah dan anak remajanya... mereka mempunyai dunia masing-masing yang luar biasa berbeda! Keluargalah yang menyatukan individu-individu yang berbeda ini. Cinta kasih yang membuat keluarga itu tetap satu dalam keanekaragaman.

Keluarga yang anggota-anggotanya paling berbeda adalah Keluarga Kudus. Perbedaan di antara Yesus dan Bunda-Nya itu sungguh lebih jauh daripada perbedaan antara seorang malaikat dan seekor semut! Yesus itu Allah, Maria itu mahkluk. Juga perbedaan antara Maria dan suaminya Yosep lebih besar daripada perbedaan antara dua orang biasa. Maria itu suci, dikandung tanpa noda, sedangkan Yosep, walaupun dia adalah yang terbaik di antara semua laki-laki, tetaplah orang berdosa seperti kita.

Jadi dibandingkan dengan Keluarga Kudus, perbedaan-perbedaan yang dialami keluarga kita itu sebenarnya tak seberapa. Tuhan menghendaki agar kita menggalang perbedaan-perbedaan itu ke kesatuan. Itu butuh pengorbanan – dengan kata lain, Cinta Kasih. Sungguh tidak mudah. Sesungguhnya Keluarga Kudus – Yesus, Maria dan Yosep – adalah teladan dan inspirasi bagi kita untuk saling mengasihi dan menjadi Keluarga yang sejati.