Monday, September 12, 2011

SEJARAH PAROKI SANTO MIKAEL SURABAYA

Pada mulanya Gereja Santo Mikael hanya sebagai salah satu stasi dari Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria, Kepanjen. Namun karena wilayahnya cukup luas dan jumlah umat pada masa itu sudah cukup banyak, maka pada tahun 1947 (dimasa penjajahan Belanda) telah diputuskan untuk mendirikan gereja baru di wilayah Pelabuhan Tanjung Perak dan memilih Santo Mikael untuk menjadi Pelindungnya. Demikianlah gereja baru ini diberi nama Gereja Santo Mikael, Tanjung Perak, Surabaya.

Romo pertama yang bertugas di Stasi Santo Mikael adalah Romo J. Holtus, CM, dengan jumlah umat sekitar 50 orang, yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Belanda. Untuk merayakan Ekaristi Suci pada hari Minggu dan hari-hari besar Gereja, umat sementara menggunakan asrama tentara yang terletak di sudut Jalan Jakarta dan Jalan Kebalen Timur, mengingat waktu itu Stasi belum mempunyai gedung gereja.

Pada tahun 1952, Romo J. Holtus, CM diganti oleh Romo H. Kock, CM dan tempat ibadah dipindahkan ke tempat baru, yaitu sebuah gedung semi-permanen bekas gudang mesiu tentara Jepang, berukuran 30m x 8m, yang terletak di Colombo Straad atau sekarang dikenal Jalan Tanjung Sadari 47. Bangunan tersebut mampu menampung sekitar 200 orang. Dalam waktu singkat perkembangan jumlah umat cukup pesat, terutama orang-orang yang datang dari pedalaman atau luar pulau Jawa. Walaupun berkurangnya orang-orang Belanda yang sudah kembali ke negerinya cukup signifikan, bangunan sementara itu sudah tidak dapat lagi menampung jumlah umat yang beribadat.

Belum sempat memikirkan untuk membangun gedung gereja baru, pada tanggal 19 Desember 1959, seminggu sebelum Perayaan Natal, tepat pada pkl. 18.30, angin taufan yang sangat kencang sekonyong-konyong datang merobohkan dan menghancurkan seluruh gedung ibadah. Bersyukur bencana tersebut tidak menelan korban jiwa, hanya sebatas luka-luka ringan yang dialami oleh beberapa anggota koor yang saat itu sedang berlatih menyiapkan lagu-lagu untuk Perayaan Natal.

Dalam peristiwa roboh dan hancurnya bangunan tersebut, ada sebuah patung Bunda Maria tetap tegak berdiri dalam keadaan utuh di tengah reruntuhan. Sebelumnya, hosti kudus yang berada di dalam tabernakel sempat diselamatkan oleh Romo H. Kock, CM ke gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Kepanjen. Patung Bunda Maria tersebut saat ini diberi tempat terhormat di Pastoran Paroki Santo Mikael.

Adanya peristiwa tersebut diatas mendorong umat agar segera merencanakan dan berupaya untuk membangun gedung gereja baru. Berkat partisipasi aktif dan kerja keras dari seluruh lapisan umat, dalam waktu relatif singkat, selama kurang-lebih satu tahun, tepatnya pada tahun 1960, gereja baru sudah berdiri diatas areal tanah seluas 100m x 100m, terletak di sebelah Barat gedung ibadah yang lama, yang saat ini dikenal dengan nama Jalan Tanjung Sadari 49. Dengan berdirinya gedung gereja yang baru, maka pada tanggal 1 Januari 1961, Stasi Santo Mikael ditingkatkan statusnya menjadi Paroki Santo Mikael, Tanjung Perak, dengan Romo H. Kock, CM sebagai Romo Paroki.

Karena usia Romo H. Kock, CM yang semakin tua dan kesehatannya yang sudah menurun, maka awal tahun 1966 beliau kembali ke negeri Belanda dan untuk sementara diganti oleh Romo A.V. Rijnsoever, CM yang bertugas di Paroki Santo Mikael sekitar setengah tahun. Pertengahan tahun 1966, Romo J. Holtus, CM kembali ke Paroki Santo Mikael. Beliau adalah Romo yang sampai saat ini tercatat paling lama bertugas di Paroki Santo Mikael, empatbelas tahun! Beliau baru diganti pada tahun 1980 oleh Romo L.V. Cahyo Kusuma, CM. Tahun 1985 Romo Cahyo Kusuma, CM diganti oleh Romo Philipo Catini, CM. Tahun 1990 Romo Philipo Catini, CM dipindahkan ke Ngawi.

Sejak ditinggalkan Romo Philipo Catini, CM, Paroki Santo Mikael sempat mengalami kekosongan Pastor, yaitu mulai bulan Januari 1991 s/d April 1991. Untuk mengisi kekosongan Pastor tersebut, telah ditugaskan Romo Haryo Subiyanto, CM sebagai Romo pengganti sementara di Paroki Santo Mikael. Mulai bulan Mei 1995, Romo B. Martokusuma, CM ditempatkan sebagai Romo Paroki Santo Mikael. Menjelang akhir tahun 1998, Romo B. Martokusuma, CM digantikan oleh Romo Stanislaus O. Beda, CM sampai dengan tahun 2001.

Pada waktu Romo Stanislaus itu, terjadi pembangunan pastoran baru dan renovasi SD dan SMP Katolik Santo Mikael. Selanjutnya Romo Stanislaus digantikan oleh Romo B. Bani Suatmadji, CM sampai akhir September 2008. Pada waktu Romo Bani, telah dilakukan renovasi total terhadap bangunan gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1960 dan juga balai pertemuan atau joglo serta gua Maria. Romo Bani adalah Romo CM yang terakhir di Paroki ini sebelum digantikan oleh Romo Diosis Placidus Kusnugroho, yang menjabat sebagai Romo Paroki sampai tahun 2010. Pada tanggal 18 April 2010, Paroki Santo Mikael secara resmi mulai dikelola oleh Serikat Salesian Don Bosco dengan Romo Noel Villafuerte SDB, seorang imam misionaris dari Philippina, sebagai Romo Paroki sampai pada saat ini.

Sunday, September 4, 2011

EMANGNYA GUE PIKIRIN

Seekor tikus mengintip di balik celah di tembok untuk mengamati seorang petani dan isterinya membuka sebuah bungkusan. Siapa tahu ada makanan? Tapi dia begitu terkejut, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Si tikus itu lari kembali ke rumah pertanian sambil menjerit memberi peringatan: "Awas, teman-teman... ada perangkap tikus di dalam rumah!”

Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruk tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, "Wah... sori ya, Mas Tikus, aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku sih ngga ada masalahnya! Jadi jangan buat aku pusing." Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing, katanya, "Ada perangkap tikus di dalam rumah!” "Aduh, aku sungguh menyesal dengar khabar ini," si kambing menghibur dengan penuh simpati, "tapi tak ada sesuatu pun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu sentiasa ada dalam doaku, oke!" Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. "Oh... ada perangkap tikus... jadi aku dalam bahaya besar ya?!" kata lembu itu sambil ketawa. Jadi si tikus itu pergi merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian.

Malam itu juga terdengarlah suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang telah menangkap mangsanya! Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu ternyata adalah seekor ular beracun. Ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu. Suaminya bergegas membawanya ke rumah sakit. Kemudian dia kembali ke rumah dengan demam. Dan karena memang biasanya minum sup ayam segar itu baik untuk orang yang sakit demam panas, maka petani itu pun mengambil goloknya dan pergilah dia ke belakang mencari sang ayam untuk dipotong! Namun penyakit isterinya berkelanjutan sehingga teman-teman dan tetangganya datang menjenguk, dan dari jam ke jam selalu ada saja para tamu. Petani itu pun menyembelih kambingnya untuk memberi makan kepada para tamu itu. Isteri petani itu tak kunjung sembuh. Akhirnya ia meninggal, jadi makin banyak lagi orang-orang yang datang untuk pemakamannya sehingga petani itu terpaksalah menyembelih lembunya agar dapat memberi makan para pelayat itu! Ternyata jika masing-masing hanya memikirkan diri sendiri, sebuah perangkap tikus dapat menyebabkan seluruh rumah pertanian ikut menanggung risikonya.

Kita ini adalah bangsa yg tidak mau repot, seperti dikatakan mantan Presiden kita Almarhum Gus Dur “Abdul Rahman Wahid,” segitu aja kok repot, kayak anak TK aja, emangnya gue pikirin. Mentalitas Bukan Urusanku adalah mentalitas manusia moderen yang makin canggih tapi individualistis, Live and let live. Kita pikir bahwa “hidup baik dan suci” itu berarti “menghindari perbuatan jahat.” Benar juga, tapi bukan hanya itu saja. Sebab kita bisa berdosa bukan hanya dengan perbuatan melainkan juga dengan kelalaian. Ingat Doa Tobat kita di awal Misa, “Saya mengaku... bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan KELALAIAN....” Kita berdosa apabila kita melalaikan suatu perbuatan baik yang sebenarnya kita bisa dan sempat! Misalnya kamu menyaksikan teman-kerja kamu sedang melakukan kecurangan dan kamu diam saja... kamu ikut berdosa. Kamu melihat teman-kelas kamu sedang nyontek, dan kamu tidak berbuat apa-apa... kamu ikut berdosa. Yang jelas, menyelamatkan sesama kita itu adalah tanggung-jawab kita... kita harus repot... kita harus pikirin-nya... itu urusan kita!

Makanya Yesus punya ajaran khusus tentang cara menegor seorang yang berbuat kesalahan. Itulah yang kita baru dengar di dalam Injil (Mat 18:15-29) dan didukung pesan dari Bacaan Pertama melalui pengalaman Nabi Yehezkiel (Yeh 33:7-9). Kita mempunyai tanggung-jawab terhadap sesama kita. Itu termasuk disiplin (discipline) kita sebagai pengikut (disciple) Kristus yang sejati. Tidaklah mudah menjadi pengikut Kristus. Berhadapan dengan kesalahan dan kejahatan, kita diharapkan untuk berani dan siap dianggap “beda” dan “ngga kompak” dengan yang lain! Jika kita dengan sengaja melalaikan kesempatan untuk menyelamatkan sesama yang dalam bahaya, berarti kita diam saja. Jangan sampai orang jahat jadi makin banyak gara-gara orang baik diam saja!