Wednesday, July 21, 2010

MARTA VERSUS MARIA

MINGGU BIASA XVI TH C Kejadian 18:1-10 Kolose 1:24-28 Lukas 10:38-42

Seorang pastor menceriterakan pengalamannya saat membantu di paroki kampungnya saat dia sedang berlibur. Pastor Paroki di tempat mempunyai hanya satu permintaan dari padanya: tolong kotbah saat Misa singkat saja dan jangan panjang-panjang, sebab umat tidak punya banyak waktu! Maka dia selalu berusaha supaya homilinya tak pernah melebihi 10 menit. Tapi begitu kagetnya pada suatu saat diadakan di gereja paroki tersebut sebuah konser rohani. Setelah hampir tiga jam, umat dan para penonton masih belum puas dan bahkan meminta tambah lagi! Dia belum pernah melihat umat gereja itu begitu senang dan bersemangat seperti pada saat itu. Beberapa hari kemudian dia bertanya kepada Pastor Parokinya, “Mengapa umat kita bisa duduk diam untuk tiga jam lebih sambil menikmati konser rohani tapi mereka tidak bisa tahan jika mendengarkan Sabda Tuhan di dalam Misa?” Tak ada jawaban.

Kita mesti punya pengalaman pribadi dan personal dengan Tuhan dalam hidup kita, baru kita bisa mendengarkan Sabda-Nya dengan sukacita. Mewartakan Sabda Tuhan kepada orang-orang yang tidak mengenal-Nya secara pribadi dan tidak mempunyai hubungan yang personal dengan-Nya itu sama dengan membacakan puisi kepada orang yang tidak tahu apa-apa tentang puisi. Pasti mereka gampang jadi bosan dan ingin cepat-cepat pulang! Bagaimana caranya agar orang yang suka bosan dengan Sabda Tuhan itu bisa berubah menjadi senang dan bersemangat mendengarkan-Nya?

Kita bisa belajar dari pengalaman Marta dan Maria. Walaupun di dalam injil, yang disebut menerima Yesus hanyalah Marta, Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya, jelas bahwa Maria, saudarinya, pasti senang juga menyambut-Nya. Namun sikap mereka setelah itu berbeda, Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Marta memilih untuk berdiri melayani para tamu; Maria memilih untuk duduk mendengarkan Yesus. Marta kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara; Maria tenang dan memfokuskan perhatian hanya kepada Yesus. Marta memilih apa yang menurut dia perlu; Maria memilih apa yang menurut Yesus satu saja yang perlu!

Yesus selalu mau dan senang datang kepada kita. Tapi tidak cukup menyambut dan menerima-Nya saja. Kita harus mau memilih untuk menemani-Nya dan duduk di kaki-Nya. Itu berarti hubungan yang pribadi dan personal dengan-Nya. Memang injil ini bukan soal “Marta versus Maria!” Kita tidak mau pusing dengan memikirkan, “Siapa yang lebih dekat dengan Yesus?” Dan dari cara Yesus menegur Marta, kita bisa membayangkan-Nya tersenyum penuh sayang sambil menyebut namanya dua kali, Marta, Marta.... Tapi jelas dua teman Yesus ini telah membuat pilihan masing-masing. Kelihatannya Yesus senang dengan pilihan Maria. Maria pun tidak menyesal, bahkan dia senang dan bersemangat mendengarkan Sabda Tuhan.
(Romo Noel SDB)

Sunday, July 11, 2010

ORANG YANG BAIK DAN ORANG SAMARIA YANG BAIK

MINGGU BIASA XV TH. C Ulangan 30:10-14 Kol 1:15-20 Lukas 10:25-37

Siapa itu “orang yang baik?” Ia adalah orang yang biasanya mengaku dirinya tidak ber-agama, dan sering kelihatan sepertinya lebih “Katolik” daripada mereka yang mengaku sebagai Katolik! Walaupun dia mengaku sebagai ateis, dia kelihatan lebih perhatian terhadap sesama, dan sepertinya lebih jujur dan adil daripada mereka yang aktif di gereja.

“Orang yang baik” itu bisa saja sadar akan kelebihannya itu dan berkata, “Saya tidak perlu ke gereja koq untuk berbuat yang benar. Saya tahu banyak orang itu yang rajin ke gereja munafik semua!” Pernah ngga dengar orang omong begitu? Mungkin saja orang seperti itu ada juga di dalam keluarga kita sendiri! Bagaimana kita harus menanggapi mereka?

Kepada orang yang berkata, “Saya tidak perlu ke gereja untuk berbuat yang benar,” kita dapat menjawab, “Kami juga!” Sebab setiap manusia, tanpa terkecuali dan secara alami, sejak penciptaan, mempunyai suatu pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan. Musa mengatakan di dalam Bacaan Pertama, firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, dan Santo Paulus mengingatkan kita bahwa Perintah Allah itu ada tertulis di dalam hati manusia (Roma 2:15). Jadi bukan sesuatu yang mengagetkan bila “orang yang baik” itu tidak percaya akan Tuhan namun tahu berbuat yang benar. Seperti “orang yang baik,” kita juga tahu Hukum Tuhan yang ada di dalam hati kita dan setiap manusia. Namun kita tahu sesuatu hal lagi. Kita mengetahui bahwa kita sering gagal dan bahkan suka melawan Hukum Tuhan itu! Dan meskipun barangkali dia tidak mau langsung mengakuinya, si “orang yang baik” itu juga sering gagal. Seperti kita, barangkali dia juga pernah melakukan hal-hal yang bikin sesal dan malu.

Tapi kita datang ke Gereja bukan karena kita mau merayakan kebaikan kita, melainkan karena kebaikan Seorang yang sungguh baik! Hari ini kita mendengarkan tentang seorang tokoh di dalam perumpamaan Yesus yang memenuhi Perintah Cinta Kasih secara luar biasa. Dia disebut “Orang Samaria yang Baik.” Siapa dia sebenarnya? Orang-orang Kristiani yang pertama menganggap Orang Samaria yang Baik itu adalah Yesus Sendiri. Dia memperlihatkan Belas Kasih yang sempurna.

Kitalah orang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Penyamun-penyamun itu adalah iblis dan godaan-godaan di dunia ini. Yesus – Orang Samaria yang Baik – memperhatikan kita. Dia membalut luka-luka kita dan membawa kita ke tempat penginapan, Gereja-Nya. Dia memberi “dua dinar” kepada pemilik penginapan, yakni dua Perintah Utama: Cinta Kasih kepada Allah dan kepada sesama.

Siapa di antara kita yang tidak mempunyai luka sama sekali? Kita datang ke Gereja bukan untuk membanggakan betapa “baik”-nya kita, melainkan agar supaya luka-luka kita itu dibalut dan diobati oleh Orang Samaria yang Baik. Kita butuh disembuhkan dan dipulihkan. Hanya dengan demikian – dan hanya pada saat itulah – kita dapat berbagi belas kasih yang mendalam. Oleh karena itu setelah kita dijamah, Yesus berkata juga kepada kita, Pergilah, dan perbuatlah demikian!
(Romo Noel SDB)